Ada dua pribahasa unik yang saya
tidak paham sepenuhnya, sekaligus tidak tak paham sepenuhnya. Bahasa
sederhana yang dibolak-balik tapi cukup bikin rumit
Yang pertama kata "begitu ya begitu tapi jangan begitu" dan kedua "lama tidak begitu pas begitu jadi tidak lama"
Ilustrasi Pakaian Natal Sumber Google |
Yang pertama berhasil saya pahami walau juga belum tentu Pas, yang
kedua masih proses pencernaan dalam pikiran, semoga segera paham maksud
dan tujuannya.
Pribahasa yang pertama ini baru saya paham ketika banyak karyawan perusahaan yang 'dipaksa' manajernya untuk mengnakan atribut perayaan agama tertentu atas nama toleransi.
Toleransi kok begitu? Bukankah toleransi itu sederhananya "membiarkan". Membiarkan orang lain melakukan kewajibannya tanpa campur tangan kita, kita tidak membubarkan acaranya tapi sekaligus tidak menjadi anjing penjaga ibadahnya, eh...#preeeefffff
Kalau toleransi dipaksa meniru atau mengucapkan selamat begitu, itu bukan toleransi, tapi intervensi. Intervensi bukanlah ciri kita yang Bhineka Tunggal Ika
Tidak bisa di bayangkan apa yang terjadi jika setiap pemeluk agama atas nama toleransi memaksa orang lain menirukan ciri khasnya, saat natal semua umat dipaksa memakai topi sinterclas, saat nyepi semua umat dilarang keluar rumah, saat waisak semua lelaki di paksa gundul, saat hari ied semua orang dipaksa berkalung ktupat dan saat imlek kita jadi barongsai. Astaghfirullah, apa jadinya negri ini.
Rupa-rupanya, kaum tidak toleran itu bukan hanya dari golongan beragama, tapi juga dari golongan yang sudah nikah lantas bertanya ke yang lajang "kapan nikah?" Sungguh pertanyaan yang tidak toleransi. Bikin nyesek.
Begitu ya begitu, tapi jangan begitu. Toleransi ya toleransi tapi jangan intervensi. Begitu kira-kira maksud dari pribahasa yang pertama. Tapi jangan tanya pribahasa kedua, saya masih belum paham karena belum sampai maqomnya.
Postingan ini saya ambil dari Tulisan Asmawi salah satu teman saya di facebook dan Adik Kelas semasa di sekolah.
#awie
Pribahasa yang pertama ini baru saya paham ketika banyak karyawan perusahaan yang 'dipaksa' manajernya untuk mengnakan atribut perayaan agama tertentu atas nama toleransi.
Toleransi kok begitu? Bukankah toleransi itu sederhananya "membiarkan". Membiarkan orang lain melakukan kewajibannya tanpa campur tangan kita, kita tidak membubarkan acaranya tapi sekaligus tidak menjadi anjing penjaga ibadahnya, eh...#preeeefffff
Kalau toleransi dipaksa meniru atau mengucapkan selamat begitu, itu bukan toleransi, tapi intervensi. Intervensi bukanlah ciri kita yang Bhineka Tunggal Ika
Tidak bisa di bayangkan apa yang terjadi jika setiap pemeluk agama atas nama toleransi memaksa orang lain menirukan ciri khasnya, saat natal semua umat dipaksa memakai topi sinterclas, saat nyepi semua umat dilarang keluar rumah, saat waisak semua lelaki di paksa gundul, saat hari ied semua orang dipaksa berkalung ktupat dan saat imlek kita jadi barongsai. Astaghfirullah, apa jadinya negri ini.
Rupa-rupanya, kaum tidak toleran itu bukan hanya dari golongan beragama, tapi juga dari golongan yang sudah nikah lantas bertanya ke yang lajang "kapan nikah?" Sungguh pertanyaan yang tidak toleransi. Bikin nyesek.
Begitu ya begitu, tapi jangan begitu. Toleransi ya toleransi tapi jangan intervensi. Begitu kira-kira maksud dari pribahasa yang pertama. Tapi jangan tanya pribahasa kedua, saya masih belum paham karena belum sampai maqomnya.
Postingan ini saya ambil dari Tulisan Asmawi salah satu teman saya di facebook dan Adik Kelas semasa di sekolah.
#awie